Selasa, 03 Agustus 2010

BAB 1
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah
Kematian adalah suatu kepastian bagi semua orang dan sekaligus sebagai misteri. Disebut pasti, karena semua orang akan mengalaminya, dan tak ada seorang manusia pun yang mampu menghindarinya. Tetapi sekaligus misteri karena tidak seorang pun yang mengetahui kapan waktunya. Karena itu pengkhotbah mengatakan “Tiada seorang pun berkuasa menahan angin dan tiada seorang pun berkuasa atas hari kematian” (Pkbh 8:8). Artinya, kendatipun kematian pasti akan dialami oleh setiap manusia, tetapi waktu dan harinya tidak ada seorang pun yang mengetahui dan mampu mengelaknya. Selain itu, kematian juga pasti akan membawa duka dan tidak jarang membawa perubahan dalam diri orang yang ditinggalkan, entah itu saudara, orang tua, anak, maupun sanak keluarga dan semua orang yang memiliki kedekatan emosional dengan orang yang meninggal itu.
Ketika seseorang, atau sebuah keluarga mengalami duka karena ditinggalkan oleh salah seorang sanak keluarga mereka, sebagai sesama seiman pasti akan memberikan penghiburan kepada mereka. Penghiburan itu sangatlah penting dan berarti bagi mereka yang mengalami kedukaan, karena bisa memberi kekuatan dan dorongan untuk tetap semangat menghadapi dan menjalani kehidupan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, perhatian dan dukungan dari berbagai pihak itu akan semakin berkurang.
Kehilangan suami bagi seorang istri akibat kematian pasti akan menjadi duka mendalam. Kehidupan yang telah dilalui bersama, dan kebahagiaan-kebahagiaan yang telah dibangun bersama selama hidup berkeluarga kini tinggal kenangan. Kenangan-kenangan tersebet akan selalu terngiang kembali dan tidak jarang dirindukan kembali. Kenangan manis bersama selama mereka hidup bersama selalu diharapkan untuk kembali terulang. Kendatipun memang itu hanyalah harapan kosong yang tidak mungkin terjadi lagi.
Dalam keadaan yang demikian, tentu ini menjadi suatu persoalan yang sangat berat dan menekan sang istri. Belum lagi pergumulan hidup ke depan yang harus dihadapinya sendiri. Tanggung jawab yang selama ini dipikul bersama dengan pendamping hidupnya harus dipikulnya sendiri. Dia harus menjadi Single parent, ibu sekaligus ayah buat anak-anaknya, serta menjadi suami bagi dirinya sendiri.
Dengan kondisi seperti ini, tentu menjadi kesulitan bagi seorang ibu karena dia harus berusaha dengan keras dalam keterbatasan dan kelemahannya untuk memikul semunaya sendirian. Kelemahan dan keterbatasan dalam dirinya membuatnya merasa tidak berarti. Ketakberdayaannya dalam mengemban tugas membuatnya merasa semakin sendiri karena tidak ada orang yang dapat ditempati untuk berbagi. Masyarakat dan gereja pun kurang memberi perhatian karena berbagai kesibukannya.
Anak sebagai anugerah yang telah Tuhan berikan dalam hidupnya, ternyata juga tidak mampu memenuhi kebutuhan sang Ibu, sebagaimana yang ia dapatkan dari suaminya sendiri. Padahal seorang anak diperlengkapi sedemikian rupa supaya kelak bisa menjadi pendamping dan penopang keluarga, tidak hanya sebagai pemberi nafka dalam hal materi tetapi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan spiritual, psikis dan mental orang tuanya. Namun terkadang karena kesibukannya, mereka tidak lagi memperhatikan kebutuhan ibunya, bahkan terkadang anak mendapat kesulitan untuk bisa memahami ibunya. Salah satu penyebabnya karena adanya perubahan dalam diri seorang ibu janda yang sangat cepat sehingga membuat anak-anak merasa kebingungan dan kesulitan dalam bertindak untuk mengambil tindakan tepat yang dapat digunakan menolong ibunya.
Akibat keterbatasan anak dalam memahami kondisi psikis seorang ibu janda membuat ibu janda semakin sedih dan merasa sendiri. Padahal dalam Yakobus 1:27 diharapkan agar setiap orang memperhatikan janda-janda dalam kesusahan dan menjaga supaya janda-janda tidak dicemarkan oleh dunia. Tanggung jawab ini harus dikerjakan dengan sungguh walaupun banyak kesulitan yang dihadapi karena kondisi seorang ibu janda berbeda dengan kondisi ibu lainnya. Karena pada umumnya seorang ibu janda itu sangat sensitif, mudah rapuh, selalu menuntut diperhatikan dan terkadang merasa sendiri. Dan bahkan merasa terasing dari masyarakat.
Kurangnya perhatian dari masyarakat dan gereja dan turunnya status sosial seorang janda inilah yang menjadi keprihatinan penulis. Idealnya, sebagai justru seorang janda sebagai seorang yang sangat membutuhkan perhatian dan pertolongan, masyarakat seharusnya memberikan perhatian ektra terhadap para janda. Namun kenyataanya, kita dapat melihat sudah sejauh mana gereja dan masyarakat memperhatikan janda? Sudah adakah program jemaat yang dibuat secara khusus untuk pendampingan terhadap mereka? Justru perhatian lebih yang seharusnya diperoleh seorang ibu janda tidak mereka dapat. Oleh karena itu, satu-satunya harapan adalah anak. Berhadapan dengan kondisi ini anak diharapkan untuk mampu berperan aktif dalam mendampingi ibu mereka, sehingga mereka tidak melalui hari-hari hidupnya dengan kekosongan. Kalau bukan anak, siapa lagi yang akan memperhatikan orang tua mereka sendiri?
Padahal, kasih sayang orang tua terhadap anak, ada yang mengumpamakannya seperti air sungai yang mengalir tanpa henti. Ada semboyan yang mengatakan “kasih ibu sepanjang masa”. Bahkan ada pepatah mengatakan, “surga ada di telapak kaki ibu”. Semboyan dan pepatah kuno ini sebenarnya hendak menjelaskan mengenai pengorbanan seorang ibu dalam mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak-anak dan tidak pernah berhenti mendampingi anaknya. Hal ini tidak bermaksud mengecilkan peranan seorang bapak, tetapi pengorbanan ibu menggambarkan cinta kasih orang tua yang tulus terhadap anak. Yes 49:15 mengatakan, “dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyanyangi anak dari kandungannya?” . Dari ayat ini dapat ditafsirkan bahwa kasih ibu memang luar biasa terhadap anak-anaknya. Dengan mengingat kasih ibu yang sungguh besar dalam kehidupan seorang anak, karena itu anak wajib mengasihi ibunya, tentu saja dalam kekurangan dan kelebihan ibunya.
Ketika status ibunya telah berubah menjadi janda anak harus menyadari bahwa dia harus memegang peranan penting dalam mendampingi ibunya karena pada saat itu dia membutuhkan lebih banyak perhatian, cinta kasih dan perawatan dari anak-anaknya. Sebab itu anak tidak boleh menyerahkan pendampingan orang tuanya sepenuhnya kepada gereja atau orang lain.
Karena itu dikatakan dalam I Tim 5:4, “ Tetapi jika seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka karena itulah yang berkenan kepada Allah”. Dengan melihat bagian kitab ini, dapat dikatakan bahwa yang berperan utama sebenarnya dalam mendampingi janda adalah anak atau kaum keluarga janda itu sendiri. Namun sayang keterbatasan anak baik karena pekerjaan, keluarga baru mereka dan ketidaktahuan dalam mendampingi seorang ibu janda malahan menambah luka batin dalam diri seorang ibu janda. Seorang janda yang sudah berusia lanjut, tinggal sendiri, menjalankan roda keluarga sendiri, justru ditinggalkan oleh anaknya sendiri. Maka itu tidak heranlah jika mereka mudah tersinggung dan marah karena dalam usia ini seseorang pasti mengalami emosi yang tidak stabil.
Maka itu, tidak jarang perhatian dan kasih sayang seorang anak yang diberlakukan kepada ibunya terkadang justru menjadi luka yang menyayat hati seorang ibu. Kondisi ini kadang membuat seorang anak serba salah sehingga tidak tahu apa yang akan dilakukanya untuk ibunya yang sudah janda itu. Bahkan ketidakmampuan membangun komunikasi yang tepat antara anak dan orang tua menjadi masalah yang sangat berat di mana anak dan orang tua selalu saling menyakiti, hanya karena ketidaktahuan mereka. Sampai kapankah anak akan menyakiti ibu yang disayanginya hanya karena ketidaktahuannya menyatakan perasaan dan melakukan tindakan yang tepat terhadap ibunya? Demikian sebaliknya sampai kapan seorang ibu menyakiti hati anak yang begitu disayanginya hanya karena dia tidak mengerti bahasa anaknya?
Dengan melihat hal-hal itu penulis ingin mengkaji lebih jauh apa yang menyebabkan sehingga anak tidak mampu memahami kondisi ibu janda. Dan langkah apa yang harus dilakukan anak untuk memahami kondisi ibunya sehingga anak dapat melakukan tugasnya dengan tepat dalam mendampingi ibunya serta ibu bisa merasakan betapa besar perhatian anaknya kepadanya, walaupun hanya sebagian dari waktu dan perhatian anak yang diberikan kepada ibunya.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa masalah yang akan dikaji adalah bagaimana peran anak mendampingi ibunya yang sudah janda dan bagaimana supaya anak mampu memahami kondisi psikis yang dialami ibunya yang sudah janda ?
B. Tujuan penelitin
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai adalah anak diharapkan mampu berperan dalam mendampingi ibunya yang sudah janda dan mengetahui kondisi psikis seorang ibu janda sehingga mampu memberi pendampingan yang tepat.
C. Signifikansi Penelitian
1. Signifikansi Akademik
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsi pemikiran bagi mahasiswa teologia mengenai masalah psikis yang dialami oleh seorang ibu janda akibat meninggalnya sang suami dan mampu memberi solusi yang tepat dalam menghadapi berbagai persoalan.
2. Signifikansi Praktis
Penulisan ini tentunya bermanfaat bagi penulis yang sudah menjadi yatim dalam mendampingi ibu dan diharapkan tulisan ini dapat juga bermanfaat bagi pembaca, secara khusus kepada anak yatim lainnya yang kini hanya memiliki orang tua tunggal yaitu ibu janda, supaya dapat dimampukan memahami keadaan ibunya sehingga bisa memberi pendampingan yang tepat.

D. Metode Penelitian
Dalam membahas pokok ini, penulis menggunakan metode kualitatif, dalam bentuk penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan (melalui wawancara dan observasi).

E. Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN
Sebagai bagian awal dalam topik ini akan diuraikan secara singkat mengenai: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, signifikansi penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan menggambarkan bagaimana kondisi psikis seorang janda, masalah-masalah yang dihadapi dan faktor-faktor yang memengaruhi kondisi ibu janda menurut para ahli, pandangan Alkitab tentang ibu janda, peran anak dalam mendampingi ibu janda dan faktor-faktor yang menghambat pendampingan anak terhadap ibu janda serta solusi tepat yang dapat dilakukan anak dalam mendampingi ibunya yang sudah janda
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan obsevasi.
BAB IV: PEMAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISISNYA
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN











DAFTAR PUSTAKA
A. ALKITAB
Alkitab
2001 Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta LAI
B. BUKU-BUKU KARANGAN
C.Suwarnsi.
2005, Psikologi keluarga hubungan intra keluarga, Yogjakarta (Tim Pembina persiapan berkeluarga)
Dewan Redaksi PAK-PGI
2009, Suluh Siswa PAK SMA kelas 10, Jakarta (BPK Gunung Mulia)
Kristianto.P.L.
2006, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta (Andi)
Sielp,David.
1992, Kepribadian Keluarga, Jakarta (Kanesius)
Sujanto, J.
2005, Janda dan Duda, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta (Kanesius)
Totok,Wirya Saputra.
2007, Menolong Keluarga Bermasalah, Jakarta (Pelkesi)

Tidak ada komentar: